Pantun di dalam Rintik-Rintik Hanya Singgah adalah kehidupan yang mendidik. Di sini saya mengambil kesempatan untuk mengumpulkan pantun-pantun yang terkandung sekali dengan penerangan ringkas dalam satu medium sebagai penghayatan.
Sudut lain Rintik-Rintik Hanya Singgah. Kredit RakBuku |
Bulan malam datang bersimpuh,
Simpuh datang menuju tuan,
Bukankah kelam jiwanya ripuh,
Asal dibuang hati ber-Tuhan.[1]
Rifqi Sabran dalam duka, dan pemuda berambut putih mengingatkan dia - bahawa Allah itu ada. Dan hujung pertemuan sesudah seminggu, bukankah kau sudah sedia?
Simpuh datang menuju tuan,
Bukankah kelam jiwanya ripuh,
Asal dibuang hati ber-Tuhan.[1]
Rifqi Sabran dalam duka, dan pemuda berambut putih mengingatkan dia - bahawa Allah itu ada. Dan hujung pertemuan sesudah seminggu, bukankah kau sudah sedia?
Kisah kita di dunia,
Bagai pohon tepi jalan,
Tumbangnya tak diduga,
Hatta cerah atau hujan.[2]
Duhai Rifqi, hidup kita ini seperti berjalan untuk kembara satu dunia, meski perjalanan jauh, tapi dari tempat kita bermula, kita akan bertemunya kembali. Teringat kisah lalu di tempat itu, jangan lupa.
Bagai pohon tepi jalan,
Tumbangnya tak diduga,
Hatta cerah atau hujan.[2]
Duhai Rifqi, hidup kita ini seperti berjalan untuk kembara satu dunia, meski perjalanan jauh, tapi dari tempat kita bermula, kita akan bertemunya kembali. Teringat kisah lalu di tempat itu, jangan lupa.
Gemulah Wah ada berpesan,
Jiwa emak datang mengingatkan,
Kisah abah kita lurutkan,
Kerana Tuhan jadilah sematan.[3]
Duduk di serambi, seraya kaki melunjur melepasi lantai simen serambi, keluar menyentuh pucuk bunga yang mengusap manja bersama angin. Rifqi Sabran... apakah kau masih mengingat kisah Wah, emak dan abah? Tentang hidup ini tak akan wujud kerana Tuhan?
Jiwa emak datang mengingatkan,
Kisah abah kita lurutkan,
Kerana Tuhan jadilah sematan.[3]
Duduk di serambi, seraya kaki melunjur melepasi lantai simen serambi, keluar menyentuh pucuk bunga yang mengusap manja bersama angin. Rifqi Sabran... apakah kau masih mengingat kisah Wah, emak dan abah? Tentang hidup ini tak akan wujud kerana Tuhan?
Usah berkeluh jangan berkesah,
Cerita dunia sebuah fana,
Bukannya ini sebarang kisah,
Jiwa ada kalbu pun beserta.[4]
Orang tua buta, tapi hatinya terang - melihat terang. Duduklah, dia orang lama. Sudah jenuh makan asam dan garam. Sudah lama melihat dan merasa alam. Anak muda - wahai Rifqi Sabran - bak kata hujung, "Berkekalanlah ia, untuk seribu tahun lamanya... hingga ke hujung dunia..."
Cerita dunia sebuah fana,
Bukannya ini sebarang kisah,
Jiwa ada kalbu pun beserta.[4]
Orang tua buta, tapi hatinya terang - melihat terang. Duduklah, dia orang lama. Sudah jenuh makan asam dan garam. Sudah lama melihat dan merasa alam. Anak muda - wahai Rifqi Sabran - bak kata hujung, "Berkekalanlah ia, untuk seribu tahun lamanya... hingga ke hujung dunia..."
Malam datang dengan hujan,
Bawa keridik sekali menyanyi,
Pada dua kisahnya tangan,
Ada hidup untuk memberi.[5]
Ini ingatan untuk masa depan. Apa janjimu Rifqi? Hidup ini tak hanya tentang kita, bahkan hidup kita ini adalah jua kisah-kisah orang yang kita sayang - yang punya jiwa dalam tubuh badan kita.
Bawa keridik sekali menyanyi,
Pada dua kisahnya tangan,
Ada hidup untuk memberi.[5]
Ini ingatan untuk masa depan. Apa janjimu Rifqi? Hidup ini tak hanya tentang kita, bahkan hidup kita ini adalah jua kisah-kisah orang yang kita sayang - yang punya jiwa dalam tubuh badan kita.
Di atas adalah lima rangkap pantun yang terkandung dalam novel Rintik-Rintik Hanya Singgah.
[2] Bab 17, halaman 94
[3] Bab 33, halaman 199
[4] Bab 41, halaman 240
[5] Bab 57, halaman 338
*Menelusuri Rifqi Sabran (Rintik-Rintik Hanya Singgah) dalam berkelana mencari pengertian adalah sebagai anak yang perlu ingat jati dan asal-usul, serta kehadiran Azza wa Jalla, yang membikin hati. Kisah Rifqi Sabran - dalam fitrah kegagalan - adalah sama seperti kita semua.
2 ulasan:
banyak perkara yang bole kita selami.... bagus dibaca kut untuk menenang kekalutan minda
@jeragang
Hidup ini banyak perkara yang baik dan indah. ^_^
Catat Ulasan